Tak terasa sudah 2 tahun waktu berlalu sejak aku pertama kali menginjakkan kaki di Trondheim, Norway untuk mengikuti ISFiT 2009. Saat ini (11022011) ISFiT 2011 baru saja dimulai di sana. Sayangnya saat ini aku bukan lagi mahasiswa yang bisa mengikuti ajang yang menakjubkan ini. Khayalanku kembali ke 2 tahun lalu, saat aku pertama kali tiba di Norway.
"Thanks God! I felt the snow!" Itulah perasaanku ketika pertama kali tiba di Norway, tepatnya di Gardermoen Airport, Oslo. Dari pesawat semua terlihat berwarna putih. Kendaraan pengeruk salju terlihat berlalu lalang di sekitar bandara, menyingkirkan gundukan salju yang dapat mengganggu pendaratan pesawat. Dari Oslo, perjalanan menuju Trondheim masih memakan waktu kurang lebih 6 jam dengan menggunakan kereta cepat, NSB. Pengalaman pertama mengunjungi negara empat musim di musim dingin ini membuat ku sudah menyiapkan diri dengan pakaian rangkap 5 lapis.
Kunjunganku ke Trondheim ini adalah dalam rangka mengikuti International Student Festival in Trondheim (ISFiT 2009) yang diselenggarakan dari tanggal 20 Februari- 1 Maret 2009. Catatan perjalanan ini tidak akan membicarakan lebih jauh tentang festival, namun hanya ingin berbagi pengalaman mengenai Trondheim dan kehidupan masyarakatnya dari kacamata ku sebagai mahasiswa Indonesia. Selama festival ini aku tinggal di rumah seorang wanita setengah baya yang sangat luar biasa, Hilde. Hilde saat ini tinggal sendiri karena anak-anaknya sudah mandiri. Sampai saat ini kami masih sering berhubungan, dan bila mungkin Hilde bersedia untuk datang ke acara pernikahan adat Jawaku yang rencananya akan diselenggarakan pada bulan September tahun ini.
Penduduk Norway
Norway adalah negara terbesar kelima di Eropa, namun penduduknya hanya 4,5 juta jiwa. Sedikitnya penduduk negara yang memiliki mata uang Krone ini, dan kekayaan melimpah yang mereka peroleh dari hasil minyak membuat rakyatnya sangat sejahtera. Sekolah gratis dan setiap warganya memperoleh tunjangan kesejahteraan yang cukup besar jika ditukar di dalam rupiah. Namun mahalnya biaya hidup membuat tunjangan yang diperoleh sepadan dengan besarnya biaya hidup. Jaminan sosial yang besar, menurut pengakuan salah satu pelajar di Trondheim justru membuat warganya kurang struggle dalam menjalani hidup. Pelajar di Norway cenderung kurang kompetitif dan tidak terlalu 'ngoyo' dalam mengejar prestasi.
(Aku bersama dengan mahasiswa dari Indonesia, Jewish, India dan Negara Eropa Timur)
Masyarakat asli Norway, yang menggunakan bahasa Norge ini juga cenderung segan untuk melakukan pekerjaan 'kelas rendah' seperti menjadi cleaning service, buruh, dan perawat orang lanjut usia. Rendahnya tingkat kelahiran dan harapan hidup yang tinggi membuat banyaknya penduduk usia lanjut di sana, sehingga Norway membutuhkan banyak imigran yang bersedia menjadi pengasuh warga usia lanjut tersebut. Banyak imigran dari Asia dan Eropa Timur mengadu nasib di negara ini.
Kedatangan imigran untuk mengadu nasib, selain menguntungkan warga Norway yang enggan untuk melakukan pekerjaan 'kelas rendah', namun di pihak lain hal ini juga menciptakan masalah sosial baru yaitu meningkatnya angka kriminalitas di sana. Sebelum kedatangan banyak imigran, warga Norway mengaku jarang mengunci pintu mobil dan rumah mereka. Namun saat ini, mereka mengaku was was dan takut jika tidak melakukannya. Kehadiran imigran juga membuat kita dengan mudah menemukan beberapa pengemis yang duduk dan berjalan-jalan di pusat kota Trondheim.
Keturunan bangsa Viking ini, memiliki postur tubuh yang besar dan tinggi, sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan orang Asia. Pria Norway sendiri terkenal tampan, baik dan sangat menghormati wanita, terutama istrinya. Peraturan di Norway yang bila bercerai semua harta menjadi milik istri kemungkinan besar merupakan penyebab mereka tidak berani berbuat macam-macam terhadap wanita. Kepastian hukum dan tingginya status wanita dalam perkawinan, bisa jadi juga merupakan faktor yang membuat wanita-wanita dari beberapa negara di Asia, seperti Thailand berani mengambil resiko memutuskan untuk menikahi pria Norway meski baru mengenal.
Jika berpapasan dengan penduduk asli, kesan sombong tersirat di dalam benak saya. Warga asli Norway memang cuek dan tidak suka beramah tamah dengan tersenyum ataupun menyapa terlebih dahulu. Namun ketika kita proaktif untuk bertanya mereka sangat kooperatif untuk membantu. Bahkan, tarif telepon yang murang membuat mereka tidak berkeberatan jika seseorang bermaksud meminjam telepon untuk melakukan sambungan lokal di Norway.
Biaya hidup di Norway yang tinggi membuat warga Norway lebih senang untuk bepergian ke negara tetangga di Eropa dibandingkan melakukan perjalanan di dalam negeri karena bila dihitung-hitung biaya perjalanan dan liburan di dalam Norway jauh lebih mahal dibandingkan bila mereka berlibur ke Portugal, Belanda, Paris ataupun Jerman.
Saat musim dingin, aktivitas yang paling disenangi warga Norway adalah ski. Mereka biasa melakukan ski di bukit-bukit dan di daerah pegunungan. Saya juga sempat mencoba bermain ski dan meluncur dengan menggunakan kantong plastik besar. Cukup mendebarkan dan mengasyikkan meski cukup sakit dan terasa menusuk bila terjatuh dan bersentuhan langsung dengan salju.
Makanan di Norway
Setiap pagi saya disuguhkan Brown Cheese, keju manis yang hanya bisa ditemukan di Norway. Menurut keterangan host saya, keju ini diproses lebih lama daripada keju asin yang biasa kita temukan di Indonesia. Lamanya proses perebusan membuat rasa keju menjadi lebih manis. Brown Cheese ini berasal dari susu kambing maupun susu sapi. Namun keju yang berasal dari susu kambing berwarna lebih gelap dan aromanya lebih keras dan menyengat dibandingkan keju yang berasal dari susu sapi. Udara dingin sangat mendukung kenikmatan mengkonsumsi Brown Cheese, namun ketika kembali ke Indonesia, aroma yang menyengat membuat rasanya menjadi kurang nikmat.
Norway juga terkenal dengan kekayaan ikannya. Ikan salmon dan hering adalah santapan sehari-hari masyarakat Norway. Selain dijadikan steak untuk main course, salmon asap biasa di iris tipis dan di makan dengan roti di pagi hari, sedangkan ikan hering biasa di makan dengan dicampur mayonnaise, mustard atau diasinkan. Di sana, saya juga sempat disuguhkan daging moose, sejenis rusa dengan tanduk yang lebih panjang. Daging moose ini biasanya dimakan dengan dicampur selai manis dari buah asli Norway. Buahnya kecil, berwarna orange, rasanya agak asam dan biasanya dipetik di musim panas. Jumlahnya yang terbatas dan hanya bisa dinikmati di musim panas membuat harga buah ini sangat mahal.
Moose, rusa besar
Rasa makanan di Norway bagi orang Asia seperti saya terasa hambar. Kurang berani bumbu, seperti masakan barat pada umumnya. Selama festival untuk makan siang dan makan malam, saya mendapatkan pasta, sup, nasi goreng dan bubur. Meski menunya terdengar biasa untuk ukurang orang Indonesia, namun rasanya sangat berbeda. Untuk bubur saja misalnya, bubur ini berupa gandum seperti hovermud yang dicampur mentega dan di atasnya ditaburi gula dicampur cinammon. Untuk penghemar asin seperti saya, jelas bubur Norway bukan sebuah pilihan yang tepat.
Untuk makanan penutup, makanan spesial masyarakat Norway adalah karamel yang dilapisi krim dan sering juga ditambahkan buah-buahan asama seperti strawberry dan blueberry.
Tempat perbelanjaan di Trondheim
Padatnya kegiatan festival membuat saya hanya memiliki sedikt waktu untuk berbelanja. Saya mengunjungi sebuah pusat perbelanjaan di pusat kota yang bernama Trondheim Torg. Satu-satunya restauran Mc Donald di kota Trondheum berada di pusat perbelanjaan ini. Dibandingkan dengan pusat perbelanjaan di Indonesia, pusat perbelanjaan di Trondheim sangat kecil dan kurang hiburan. Anak-anak di kota besar di Indonesia biasa menghabiskan waktu dengan bermain di tempat khusus permainan anak yang menyediakan mesin digital seperti Timezone. Di Trondheim, anak-anak kecil terlihat sangat senang menunggu orang tua mereka berbelanja sambil bermain di sebuah patung gajah besar yang terletak di dalam mall.
Di pusat perbelanjaan ini juga terdapat sebuah tugu yang diatasnya terdapat patung Raja Olav Tryggvason, pendiri kota Trondheim pada tahun 977. Pada musim dingin, halaman di depan Trondheim Torg ini juga digunakan sebagai arena untuk ice skating.
Arsitektur Trondheim
Bila dilihat dari atas, rumah-rumah di Norway terlihat seperti dalam fairy tale. Rumahnya terlihat berwarna-warni, sejajar dan teratur, terlihat putih tertutup salju dan dikelilingi oleh ranting-ranting kering yang juga tertutup salju.
Bangunan arsitektur yang menjadi ciri khas kota Trondheim ini adalah Gereja Katedral Nidaros. Gereja ini dibangun setelah kematian Raja St Oval haraldson dalam perang Stiklestad pada tanggal 29 July 1030. Gereja ini sudah berumur hampir 1000 tahun dan merupakan tempat tujuan wisata rohani keempat setelah Jerusalem, Roma dan Santiago de Compostela.
Ketika saya berada di Trondheim, terdapat sebuah pertunjukkan seni yang bernama Paint My House. Pad pertunjukkan ini, Dinding katedral Nidaros dihias dengan pantulan sinar laser hasil karya seniman lokal dari Norway. Setiap beberapa menit sekali, penonton dapat menyaksikan gambar tampilan Cathedral yang berbeda-beda. Acara ini hanya terselenggara 1 tahun sekali, diadakan keliling Eropa dan sangat beruntung tahun ini diselenggarakan di Trondheim, sehingga saya bisa menyaksikan karya seni yang spektakuler ini. Pertengahan tahun lalu, acara serupa juga pernah dilakukan di Museum Fatahillah Jakarta berkat kerjasama seniman asing dan seniman lokal.
Ciri khas Norway
Norway memiliki pakaian adat yang sangat bagus. Pakaian tradisional ini biasa dikenakan untuk acara-acara penting, seperti pembaptisan, dan saat hari Kemerdekaan Norway, 17 Mei. Di festival yang saya ikuti di beberapa acara seperti upacara pembukaan dan acara pemberian penghargaan, warga setempat juga menggunakan kostum nasional ini.
Jika melihat souvenir yang ada di Trondheim, selain bergambar bendera Norway, peta Trondheim, gambar moose dan rusa, terdapat pula gambar Troll atau raksasa yang menjadi ciri khas Norway. Secara detail saya kurang mengetahui asal muasal Troll ini, namun banyak patung dan hiasan Troll memenuhi berbagai tempat di Trondheim.
Pengalaman mengunjungi Trondheim 10 hari merupakan pengalaman yang sangat berkesan bagi saya. Meski selalu mimisan karena belum terbiasa dengan udara yang sangat dingin.
Berharap suatu saat saya bisa kembali mengunjungi negeri fairy tale ini =)